Trend Arrow – Tottenham Bangkit dari Kegagalan, akhirnya mematahkan penantian panjang selama 17 tahun tanpa gelar juara. Tim asuhan Ange Postecoglou mengejutkan dunia dengan menjuarai Liga Europa 2024/25. Mereka tidak tampil konsisten di Premier League, namun justru menggila di panggung Eropa. Final di Bilbao menjadi klimaks dari kebangkitan dramatis ini.
“Baca Juga: Bellingham Langsung Jalani Agenda Madrid Usai Piala Dunia“

Perjalanan Grup: Langkah Berat dari Awal
Tottenham memulai kompetisi dengan kemenangan meyakinkan 3-0 atas Qarabag di kandang. Mereka kemudian melanjutkan tren positif dengan menang 2-1 di markas Ferencvaros. Namun, kekalahan 2-3 dari Galatasaray menyadarkan bahwa jalan ini penuh tantangan.
Laga imbang melawan Roma dan Rangers menunjukkan ketatnya persaingan di fase grup. Meski tidak selalu dominan, Tottenham mengamankan lima kemenangan dari delapan pertandingan. Hasil itu cukup membawa mereka lolos sebagai peringkat keempat terbaik. Brennan Johnson dan Dominic Solanke mulai menunjukkan chemistry di lini depan. Pedro Porro menjadi ancaman dari sisi kanan dengan umpan-umpan tajam.
Lolos Dramatis dari Fase Gugur
Babak 16 besar nyaris menjadi akhir bagi Tottenham. Mereka kalah 0-1 dari AZ Alkmaar di leg pertama. Namun, mereka bangkit di leg kedua dan menang 3-1 di London. Agregat 3-2 cukup mengantarkan mereka ke perempat final.
Di babak selanjutnya, mereka menghadapi Eintracht Frankfurt. Tottenham bermain imbang 1-1 di kandang. Pada leg kedua, mereka menang 1-0 berkat disiplin dan organisasi pertahanan. Semifinal mempertemukan mereka dengan Bodo/Glimt, dan Tottenham menang agregat 5-1 secara meyakinkan.
Setiap laga terasa seperti ujian bertahan hidup. Mereka jarang menang besar, tetapi selalu tahu cara menang. Tim semakin percaya diri seiring kemenangan yang terus mereka raih.
Final di Bilbao: Efektif di Tengah Kekacauan
Final berlangsung di San Mames, Bilbao. Laga berjalan keras dan minim kreativitas. Namun, Tottenham hanya butuh satu momen untuk mencetak sejarah. Pada menit ke-42, Pape Sarr mengirim umpan silang ke kotak penalti.
Luke Shaw gagal menghalau bola sepenuhnya. Brennan Johnson memanfaatkan bola liar dan mencetak gol kemenangan. Gol itu menjadi satu-satunya yang tercipta dan membawa Spurs meraih gelar Eropa.
Manchester United mencoba bangkit di babak kedua. Namun, bek Van de Ven dan kiper Vicario tampil luar biasa. Mereka menggagalkan setiap serangan berbahaya dan mempertahankan keunggulan hingga peluit akhir.
Keberhasilan Postecoglou Menjawab Kritik
Ange Postecoglou menjadi tokoh kunci di balik kisah ini. Ia sempat diragukan karena performa buruk di liga domestik. Tottenham mengakhiri musim Premier League dengan 21 kekalahan—rekor terburuk dalam satu dekade.
Namun, di kompetisi Eropa, Postecoglou membuktikan kehebatannya. Ia berjanji akan memberi trofi di musim kedua, dan ia menepatinya. Strateginya sederhana namun efektif: permainan cepat, garis pertahanan rapat, dan serangan balik tajam.
Postecoglou mengubah Tottenham dari tim yang diragukan menjadi tim yang ditakuti. Gelar ini memberi harapan baru bagi klub dan para pendukung. Ini bukan hanya trofi, tetapi juga simbol kebangkitan mental dan karakter tim.
Kesimpulan: Juara Karena Tidak Menyerah
Tottenham tidak menjuarai Liga Europa karena menjadi tim terbaik. Mereka juara karena tidak menyerah. Setiap kemenangan mereka dapatkan melalui kerja keras dan keberanian. Mereka tampil jauh dari sempurna, tetapi selalu menemukan cara untuk menang.
“Baca Juga: Bek Tengah Andalan Timnas Indonesia Jelang VS China-Jepang“
Kemenangan ini bukan hanya tentang mengangkat trofi. Ini tentang membungkam keraguan dan membuktikan bahwa keajaiban bisa terjadi. Dari kekacauan di liga domestik, Tottenham menutup musim dengan sejarah.