TrendArrow – Final Piala Dunia Antarklub 2025 kembali memicu kontroversi besar. Bukan soal lokasi pertandingan atau format turnamen seperti biasanya, kali ini sorotan tertuju pada pelanggaran aturan pertandingan.
Laga antara Chelsea dan Paris Saint-Germain (PSG) berlangsung di Stadion MetLife, New Jersey, pada Senin (14/7/2025) dini hari WIB. Chelsea tampil dominan dan menang meyakinkan 3-0 lewat dua gol Cole Palmer dan satu gol dari Joao Pedro.
Namun, fokus publik bukan hanya pada kemenangan Chelsea. Penonton juga menyoroti waktu jeda babak pertama yang berlangsung selama 24 menit, jauh melampaui batas maksimal yang ditetapkan.
Menurut Laws of the Game Pasal 7.2 dari IFAB, durasi jeda babak pertama tidak boleh lebih dari 15 menit. Namun, panitia justru memberikan waktu istirahat selama 24 menit untuk memberi ruang pertunjukan musik berskala besar.
“Baca Juga: Chelsea Taklukkan PSG dan Jadi Juara Dunia 2025“
Agar kamu tidak ketinggalan informasi terbaru seputar Bola & Olahraga, kamu bisa join di Channel WA Trendarrow.com dengan KLIK DI SINI.
Halftime Show Robek Aturan Resmi
Jeda pertandingan berubah menjadi konser. Pertunjukan musik tersebut menampilkan Robbie Williams yang tampil di atas panggung megah, lengkap dengan tata cahaya dan efek visual seperti konser Super Bowl.
Durasi pertunjukan ini membuat laga tertunda hampir 10 menit lebih lama dari ketentuan resmi. Akibatnya, pertandingan berlangsung tidak sesuai dengan hukum permainan yang berlaku secara global.
Penonton di stadion mungkin menikmati konser tersebut. Namun, banyak pihak menilai bahwa FIFA telah mendahulukan hiburan ketimbang menjaga integritas kompetisi olahraga.
Kritik Keras dari Jurnalis dan Pengamat
Jurnalis senior Martyn Ziegler dari The Times langsung menyampaikan kritik. Ia menilai FIFA telah melanggar aturan yang mereka buat sendiri demi kepentingan sponsor dan hiburan.
“Apa gunanya FIFA menjunjung hukum permainan jika mereka melanggarnya hanya demi pertunjukan Gianni Infantino selama 24 menit?” tulis Ziegler melalui akun X.
Ziegler bukan satu-satunya yang bersuara. Banyak pengamat dan pecinta sepak bola juga menyuarakan kekecewaan. Mereka menyebut FIFA lebih mengutamakan nilai komersial daripada menjaga keadilan pertandingan.
Selain itu, mereka khawatir kebiasaan baru ini bisa menjadi preseden buruk. Jika dibiarkan, pertandingan resmi bisa kehilangan makna kompetitif karena terganggu agenda non-olahraga.
Donald Trump Ikut Serahkan Trofi
Kontroversi belum berhenti sampai di situ. Kejutan berikutnya muncul saat seremoni penyerahan trofi juara. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, muncul di podium penyerahan trofi bersama Presiden FIFA Gianni Infantino.
Trump tidak hanya hadir sebagai tamu kehormatan. Ia ikut menyerahkan trofi kepada kapten Chelsea, Reece James. Bahkan setelah prosesi selesai, Trump tetap berada di atas panggung dan ikut merayakan bersama skuad Chelsea.
Aksi tersebut menimbulkan reaksi beragam. Banyak yang menilai Trump terlalu mencampuri momen olahraga dengan kepentingan politik. Kehadirannya dinilai tidak relevan dan berlebihan.
Final Piala Dunia Antarklub 2025: Integritas FIFA Kembali Dipertanyakan
Serangkaian kejadian ini membuat kredibilitas FIFA kembali dipertanyakan. Dari pelanggaran aturan jeda hingga kehadiran tokoh politik dalam seremoni olahraga, FIFA dianggap gagal menjaga netralitas.
Momen final seharusnya menjadi panggung prestasi para pemain. Namun, keputusan-keputusan kontroversial telah mengaburkan fokus utama dari pertandingan.
FIFA perlu segera memberi penjelasan resmi dan meninjau ulang kebijakan mereka. Jika tidak, publik akan semakin kehilangan kepercayaan terhadap organisasi sepak bola tertinggi dunia ini.